Mengenal Lebih Dekat Simbur Cahaya, Kitab UU Asli Palembang yang Terlupakan

Smart Palembang – Perkembangan teknologi di era digital pada saat ini membuat minat masyarakat khususnya pemuda untuk mempelajari sejarah dan kebudayaan di tiap daerah Indonesia semakin berkurang.

Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar bagi Pemerintah di tiap daerah khususnya Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, mengingat Sumsel merupakan salah satu daerah di Indonesia yang terkenal dengan kekayaan sejarah dan kebudayaannya.

Salah satu koleksi sejarah di Sumsel yang saat ini mungkin kurang dikenal oleh masyarakat Sumsel sendiri adalah kitab Undang-undang Simbur Cahaya. Saat ini, kitab UU Simbur Cahaya menjadi koleksi di Museum Negeri Sumsel “Balaputra Dewa” Palembang.

Simbur Cahaya merupakan kitab Undang-undang yang menjadi pedoman masyarakat pada saat itu bahkan dapat mengalahkan UU KUHP.

Kitab ini dibuat pada tahun 1600 M oleh seorang perempuan yang bernama Ratu Sinuhun yang tidak lain adalah istri dari Raja Palembang pada saat itu.

Kitab ini juga tidak jauh berbeda dengan kitab undang-undang pada zaman sekarang yang mengatur tentang pranata sosial, perekonomian, kebersihan dan lain-lain. Namun kitab UU Simbur Cahaya dikenal sebagai UU yang mengedepankan penerapan hukum adat yang membuat para pelaku tindak kejahatan jerah atau malu.

Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel, Chandra Amprayadi mengatakan seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya pengaruh asing membuat masyarakat sudah kehilangan rasa malu untuk melakukan suatu tindak kejahatan, berbeda dengan zaman dulu saat diberlakukannya hukum adat yang tertulis di kitab UU Simbur Cahaya.

“Zaman dulu pada saat UU Simbur Cahaya diberlakukan, masyarakat memiliki rasa malu jika ingin melakukan tindak kejahatan karena di UU ini hukuman yang dikenakan ke pelaku adalah hukum adat yang membuat pelakunya di denda hewan ternak bahkan diusir dari kampung jika berbuat tindak asusila,” ungkapnya, Selasa (03/12).

Ia menambahkan, bahwa hukum ini dulunya juga digandrungi oleh masyarakat sekitar karena pesan moral yang diatur di dalamnya dan tidak bersifat menghukum.

Untuk itu, guna merefresh kembali ingatan masyarakat serta menumbuhkan rasa cinta akan pentingnya literasi sejarah dan kebudayaan yang ada di Sumsel, lanjut Chandra, pihaknya menggelar diskusi terpumpun kajian terhadap Kitab UU Simbur Cahaya di Auditorium Museum Negeri Sumsel “Balaputra Dewa”.

“Kami harap kegiatan ini menjadi wadah tersalurnya pemaknaan dari UU Simbur Cahaya kepada para peserta, sehingga rasa saling menghargai antar sesama manusia dapat terimplementasi dengan pemahaman akan isi undang-undang ini,” tutupnya.



Leave a Reply